Rabu, 15 Februari 2005 adalah salah satu hari paling berkesan selama saya tinggal di UK. Hari itu, Nightwish –yang oleh majalah Metal Hammer UK disebut sebagai band metal terbaik Eropa tapi disayangkan karena kurang mendapat tanggapan di di UK—manggung di Birmingham Carling Academy.
Saya dan istri saya, Tia, berangkat pagi hari dari Nottingham dan langsung menuju rumah seorang rekan, Pak Pendeta Victor Rembeth yang bersama istrinya mbak Dhani sesama orang Semarang sudah berbaik hati menyediakan bandeng goreng (milk fish) dan sambal terasi. Uenak tenan! Pas banget, mau nonton musik ‘setan’ (istilah mertua saya), nginep di rumah pendeta dulu.
Dengan mengenakan kaos Helloween Rabbit On Tour Indonesia 2004, kami mengisi perut dulu di Nando’s Bullring (di Kemang juga ada) bersama rekan lama di UGM yang bekerja di Birmingham. Pas jam 8 malam kami sampai di lokasi, meski band pembuka Tristania sudah manggung sejak jam 07.30. Carling Academy (Carling merk bir yang banyak mensponsori club di UK) hanyalah gedung club biasa, tetapi letaknya strategis di City Center menjadikan banyak dihampiri oleh band-band buat manggung. Untung Tia kecil sehingga dengan menyusup pagar panggung kanan akhirnya terpegang dan pandangan cukup jelas ke panggung yang persis plek cover album Once.
Saat itu Tristania masih asyik main. Cukup standard, ideologi Pancasila gothic metal, beauty and the beast, diterapkan secara murni dan konsekuen. Saya punya kopian salah satu albumnya, meski Within Temptation versi lama lebih asyik. Harusnya WT ini bertobat kembali ke Pancasila saja.
Hampir semua penonton memakai baju hitam, kaos metal, dan cukup banyak yang menyempatkan diri ‘macak’ gothic, baju serba hitam, rok, maskara hitam, gelang bercahaya. Komposisi gender seimbang. Banyak juga gadis2 yang bergerombol teriak-teriak bersama. Di belakang saya, bahkan ada pasangan yang adu argumentasi. Yang cewek bilang Nightwish band gothic terbaik karena inovatif, sementara si cowok mengatakan King Diamond masih tetap yang terbaik.
Tristania selesai jam 8.45 dan panggung disiapkan untuk acara puncak. Setelah penonton menanti 30 menit dengan berkali2 teriak2 Nightwish, Tuomas muncul duluan dan menempati kiri panggung, langsung memegang kibor dan dengan diiringi suara kibornya, pemain lainnya masuk dan langsung menggeber Dark Chest of Wonder.
Tarja dengan wajah misteriusnya memakai rok hitam lebar berbelahan dada rendah dan vest (?) merah. Mike juga merah. Selesai lagu pertama, Marco Hietala menyempatkan diri berkomunikasi dengan penonton. Kayaknya Tarja Inggrisnya tidak secanggih Marco, hanya kalimat pendek saja dengan aksen yang aneh, meski Oceanborn, fansite Nightwish di UK menyatakan bahwa Tarja lancar bahasa Inggrisya.
Dilanjutkan dengan Planet Hell lagu kedua. Dengan suara yang powerful, Tarja menyayikan lagu demi lagu, dan berduet dengan Marco Hietala. Come Cover Me, The Kinslayer, The Siren dan salah satu lagu opera yang banyak dinyayikan grup2 metal: The Phantom of the Opera
Selesai lagu ini, Tarja masuk dan Marco mulai berkomunikasi dengan penonton dan memuji-muji penonton UK. Marco kemudian memberi hint lagunya sebagai salah satu lagu kesayangan mereka dari salah satu english institution: Pink Floyd. Intro yang cukup panjang, saya menerka2 apa lagunya, baru setelah vokal masuk, oh ini High Hopes…
The grass was greener
The light was brighter
With friends surrounded
The nights of wonder
Boleh juga interpretasi mereka, meski masih lebih bagus interpretasi Sonata Arctica atas Still Loving You, yang benar-benar bisa lepas dari lagu aslinya.
Tarja kemudian masuk lagi dengan mencopot vest merahnya, sehingga Bless the Child menjadi lebih panass!! Seksi. Penonton tambah kencang teriak-teriaknya. Mungkin ini taktik untuk menjaga alur konser dan emosi penonton.
Jam 10.15, kami mundur untuk melihat dari belakang karena penonton terkadang saling berbenturan. Dari belakang kami cukup santai, bisa mengambil foto, meski hasilnya agak kabur. Setelah Nightwish pura-pura pamit jam 10.50, kami meninggalkan lokasi karena takut tidak dapat bis.
Secara keseluruhan penampilan OK semua. Disana-sini ada improvisasi mainnya (atau kepleset?). Tuomas selalu atraktif di panggung kiri. Keyboardnya yang satu selalu dimiring-miringkan supaya pas megangnya ketika dia berheadbanging. Untung keyboardnya kompak, tidak seperti mbah Jon Lord yang ketika menggoyang-goyang si antik Hammond B3, sangat mengkhawatirkan Emppu permainannya OK punya dan ternyata dia pendek sekali dibandingkan Marco. Gitarnya meski gonta-ganti, tetap saja putih. Marco ngebasnya memakai pick, tetapi suara basnya kurang jelas tedengar diantara keriuhan konser. Jukka bermain biasa saja. Suara Tarja selalu prima, melengking tinggi, gaya opera. Saya tidak menangkap dia menyanyi gaya biasa saja, selalu opera.
Setlist:
1. Dark Chest of Wonders
2. Planet Hell
3. Come Cover Me
4. The Kinslayer
5. The Siren
6. The Phantom of the Opera
7. High Hopes (Pink Floyd cover)
8. Bless the Child
9. Wishmaster
10. Kuolema Tekee Taiteilijan
11. Slaying the Dreamer
12. Nemo
Pura2 selesai, kami pulang.
13. Sleeping Sun
14. Ghost Love Score
15. Wish I Had An Angel